Jika Anda membesar-besarkan musibah fisik, maka ia akan membesar. Dan setiap kali anda menyepelekannya, ia akan mengecil. Misalnya, setiap kali seseorang menaruh perhatian kepada ilusi yang dilihatnya di malam hari, maka ilusi tersebut akan menjadi besar. Padahal jika diabaikan, ilusi tersebut akan lenyap. Demikian pula, setiap kali seseorang mengganggu sarang lebah, maka lebah-lebah itu akan menyerangnya. Akan tetapi jika diabaikan, maka lebah-lebah itu akan diam di tempat.
Demikian pula dengan musibah fisik. Ketika seseorang membesar-besarkan musibah tersebut, memfokuskan perhatian kepadanya serta merisaukannya, maka ia akan menembus jasad dan menancap di hati. Dan ketika musibah maknawi yang ada dalam hati tumbuh dan menjadi pendukung musibah fisik, maka musibah fisik akan berlanjut dan berlangsung lama.
Akan tetapi, ketika seseorang dapat menghilangkan kerisauan dan kegelisahan dari akarnya dengan ridha terhadap qadha Allah dan bertawakkal terhadap rahmat-Nya, musibah fisik tersebut akan berangsur pergi dan menghilang, bagaikan pohon yang layu dan kering dedaunannya lantaran terpotong akarnya. Aku pernah mengungkapkan hakikat ini dalam untaian kalimat berikut:
Tidak usah mengeluh wahai yang malang, namun bertawakkallah kepada Allah dalam menghadapi ujian yang menimpa. Mengeluh adalah musibah, bahkan melebihi musibah dan merupakan kesalahan besar.
Jika engkau mengetahui Dzat yang mengujimu, maka musibah akan menjadi karunia dan kebahagiaan. Tidak usah mengeluh dan banyaklah bersyukur. Bunga tersenyum melihat rasa senang sang kekasih, burung bulbul.
Jika tidak menemukan Allah, duniamu menjadi petaka dan derita, lenyap dan fana, serta sia-sia. Mari bertawakkal kepada-Nya dalam menghadapi musibah. Mengapa engkau mengeluhkan musibah yang kecil, padahal engkau terbebani dengan berbagai musibah seluas dunia.
Tersenyumlah dengan sikap tawakkal dalam menghadapi musibah agar musibah itu pun tersenyum. Setiap kali tersenyum, ia akan mengecil hingga akhirnya menghilang.
Ya, sebagaimana manusia meredam kemarahan musuhnya dengan menampakkan wajah ceria dan senyuman, kerasnya permusuhan akan melentur dan api perselisihan akan padam. Bahkan kondisinya bisa berubah menjadi sebuah persahabatan dan perdamaian. Demikian pula dampak dari sebuah musibah akan hilang apabila musibah tersebut dihadapi dengan tawakkal kepada Allah.
Said Nursi, Al-Lama’ât, hlm. 19-20
Pembahasan bersambung…